Sentralkaltim.id – Persoalan ketenagakerjaan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Samarinda.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Harminsyah, menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan mengatasi persoalan pengangguran yang kian kompleks.
Dalam keterangannya, Harminsyah menyebut masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya patuh terhadap regulasi ketenagakerjaan, terutama menyangkut upah lembur dan jam kerja.
Padahal menurutnya, kedua aspek ini merupakan hak dasar pekerja yang semestinya dilindungi oleh hukum.
“Ketentuan upah lembur dan aturan jam kerja tak bisa diabaikan. Namun Masih banyak perusahaan yang mengabaikan itu,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Harminsyah juga menyoroti adanya praktik manipulasi status perusahaan.
Beberapa pelaku usaha, kata dia, secara sengaja tetap mengklaim diri sebagai usaha mikro, meskipun secara faktual telah masuk kategori usaha menengah.
Praktik ini dilakukan demi menghindari kewajiban membayar upah minimum yang berlaku.
Komisi IV DPRD Samarinda juga memberikan perhatian serius terhadap nasib Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Samarinda.
Hingga kini, kelompok pekerja tersebut belum memiliki perlindungan hukum yang kuat.
Padahal, risiko kerja mereka terbilang tinggi dan kontribusinya besar bagi aktivitas logistik di kota ini.
“TKBM dan tenaga kerja muda di Samarinda masih belum sepenuhnya terlindungi,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda yang turut menjadi fokus utama.
Harminsyah menilai, perlu ada penciptaan lapangan kerja yang inklusif agar anak-anak muda Samarinda mendapatkan kesempatan berdaya secara ekonomi.
“Ini masalah nyata yang harus segera ditangani,” tegasnya.
Sebagai bentuk nyata keberpihakan, Komisi IV DPRD Samarinda kini membuka ruang dialog terbuka bersama para pemangku kepentingan, termasuk pekerja, pengusaha, dan instansi terkait.
Harminsyah menegaskan bahwa proses revisi regulasi akan dilakukan secara inklusif, dengan memperhatikan keseimbangan antara perlindungan tenaga kerja dan keberlanjutan iklim usaha.
“Ini bukan hanya soal revisi aturan, tapi tentang keberpihakan terhadap keadilan sosial dan perlindungan buruh lokal. Kami sedang membuka ruang dialog bersama seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya. (Adv)