SENTRALKALTIM.id,- KPK kembali menggeledah salah satu kediaman rumah pengusaha Bos batu bara Tan Paulin di Surabaya, Jawa Timur.
Penggeledahan itu dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari.
“Jadi memang betul ada kegiatan penggeledahan,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (30/08/2024)
Tessa mengatakan sejumlah barang bukti disita dari penggeledahan di rumah Tan Paulin. Barang bukti itu kini dalam analisis penyidik.
“Informasi yang kami dapatkan disita dokumen di rumah yang bersangkutan,” ujar Tessa.
Tan Paulin telah diperiksa penyidik KPK pada Kamis (29/8). Tessa memastikan pihaknya tidak tebang pilih dalam melakukan pemeriksaan para saksi
“Ya tidak ada yang tidak akan tersentuh oleh KPK bila memang alat buktinya ada, hanya tinggal masalah waktu saja,” ujar Tessa.
Dalam kasus Rita Widyasari, KPK telah mengungkap adanya dugaan penerimaan gratifikasi yang diterima mantan Bupati Kukar tersebut. Gratifikasi itu diduga berkaitan dengan usaha pertambangan.
“Di perkaranya RW ini terkait dengan masalah metrik ton. Jadi RW selaku Bupati Kukar waktu itu mendapat gratifikasi sejumlah dari beberapa perusahaan itu dari hasil eksplorasi itu kan bentuknya metrik ton ya batu bara,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dikutip Sabtu (6/7).
Rita mendapatkan gratifikasi dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Rita Widyasari memperoleh USD 5 per metrik ton dari perusahaan batu bara.
“Itu ada nilainya antara USD 3,3 per metrik ton. Sampai yang terakhir itu adalah USD 5 per metrik ton. Nah, bisa dibayangkan karena perusahaan itu bisa jutaan metrik ton menghasilkan hasil eksplorasinya,” ujar Asep
Sebagai informasi, Rita awalnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada tahun 2017. Dia kemudian diadili dalam kasus gratifikasi.
Pada tahun 2018, Rita divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Rita juga dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dan pencabutan hak politik selama 5 tahun
Hakim menyatakan Rita terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar terkait perizinan proyek di Kutai Kartanegara. Rita mencoba melawan vonis itu.
Upaya Rita kandas usai Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali (PK) pada tahun 2021. Rita telah dieksekusi ke Lapas Pondok Bambu.