Sentralkaltim.id, Samarinda – Ketidakpastian mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur tahun 2026 menjadi perhatian serius DPRD Kaltim. Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, meminta Pemprov Kaltim memastikan regulasi tersebut rampung sebelum pengesahan APBD 2026 pada 28 November 2025, agar tidak menimbulkan masalah teknis maupun sosial di kemudian hari.
Darlis menilai penetapan UMP bukan sekadar formalitas tahunan, tetapi berkaitan langsung dengan stabilitas tenaga kerja dan perencanaan keuangan daerah. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan formulasi pengupahan nasional, potensi kenaikan UMP 2026 berada pada kisaran 6 persen.
“Kita berharap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim dapat menyelesaikan per 28 November, besaran kenaikan UMP itu sudah ditetapkan yakni ada kenaikan minimal 6 persen,” kata Darlis kepada niaga.asia, Minggu 23 November 2025.
Dengan kenaikan tersebut, upah pekerja di Kaltim diperkirakan naik menjadi sekitar Rp3,9 juta per bulan. Darlis menjelaskan bahwa aturan mengenai pengupahan telah tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, perubahan melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang menjadi acuan nasional dalam penetapan upah minimum.
“Namun kenaikan UMP itu tetap harus ditetapkan resmi melalui keputusan Gubernur,” ujar Darlis.
Ia menekankan pentingnya menetapkan UMP secara proporsional, agar kebutuhan pekerja dapat terpenuhi tanpa mengganggu keberlangsungan usaha. Menurutnya, kebijakan upah tidak boleh hanya menguntungkan salah satu pihak saja.
“Tapi kembali lagi, mau tidak dibayar mahal tapi pekerjaannya hanya 2-3 bulan perusahaan tutup dan mengakibatkan PHK tinggi. Kan percuma juga dunia usaha berkembang, kalau pekerjanya tidak sejahtera,” sebut Darlis.
DPRD Kaltim, lanjutnya, meminta pemerintah tegas mengawasi kepatuhan perusahaan terhadap penerapan UMP. Ketidakpatuhan dianggap dapat memperburuk kondisi ketenagakerjaan di daerah.
“Karena kebanyakan pihak pengusaha cenderung menginginkan upah serendah mungkin, sementara buruh menginginkan upah setinggi-tingginya,” tandas Darlis Pattalongi.














