SENTRALKALTIM.ID – Kematian tragis pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani menguak fakta memilukan setelah hasil autopsi dirilis oleh tim forensik. Korban dipastikan meninggal dalam waktu kurang dari 20 menit setelah terjatuh ke jurang akibat luka parah dan benturan keras yang menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya.
Hasil Autopsi: Kerusakan Organ dan Pendarahan Hebat
Autopsi yang dilakukan di RSUP Prof. IGNG Ngoerah, Denpasar, mengungkap bahwa Juliana mengalami kekerasan tumpul di beberapa bagian tubuhnya. Benturan itu menyebabkan kerusakan serius pada organ vital dan pendarahan internal yang tidak bisa diselamatkan secara medis. Dokter forensik yang memimpin pemeriksaan menyatakan bahwa korban kemungkinan besar meninggal dalam waktu sangat singkat, yakni paling lama 20 menit setelah jatuh.
“Tidak ada tanda-tanda korban sempat bertahan lama. Kerusakan organ dan pendarahan hebat langsung mengancam nyawa dalam waktu cepat. Luka benturan yang dialami sangat berat,” ujar pihak forensik dalam keterangan tertulis.
Basarnas: Hasil Thermal Drone Mendukung Temuan Autopsi
Temuan dari Basarnas turut memperkuat laporan autopsi. Saat pencarian dilakukan, drone thermal milik tim SAR tidak mendeteksi panas tubuh Juliana, sebuah tanda bahwa korban telah meninggal beberapa saat setelah jatuh. Upaya pencarian yang dilakukan secara intensif tidak membuahkan hasil dalam upaya penyelamatan karena korban memang sudah tidak bernyawa sejak awal pencarian.
“Drone kami tak mendeteksi sinyal panas tubuh. Hal ini terkonfirmasi oleh autopsi yang menyebut kematian terjadi cepat akibat trauma fisik berat,” jelas perwakilan Basarnas.
Kronologi Kecelakaan: Cuaca Buruk dan Medan Sulit Hambat Evakuasi
Insiden bermula saat Juliana Marins mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Dalam perjalanan, ia terjatuh ke jurang pada salah satu titik ekstrem jalur pendakian. Proses evakuasi tidak bisa langsung dilakukan karena cuaca buruk dan kontur medan yang curam serta berbahaya. Jenazah baru berhasil ditemukan dan dievakuasi empat hari setelah kejadian, yakni pada 25 Juni 2025.
Tim SAR gabungan yang melakukan penyisiran membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai titik jatuh korban. Proses evakuasi ke pos Pelawangan Sembalun memakan waktu hampir enam jam, dan dari sana korban dibawa ke rumah sakit di Bali untuk pemeriksaan medis lebih lanjut
Proses Pemulangan Jenazah ke Brasil
Setelah hasil autopsi selesai dan administrasi dinyatakan lengkap, jenazah Juliana akan diterbangkan kembali ke Brasil. Keluarga korban telah diberi informasi lengkap mengenai hasil autopsi dan kronologi kejadian. Koordinasi antara otoritas Indonesia dan Kedutaan Besar Brasil juga sudah dilakukan untuk mengatur kepulangan jenazah secara layak.
Pihak keluarga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak di Indonesia yang telah membantu pencarian, evakuasi, dan proses pemeriksaan jenazah dengan profesional dan empati.
Sorotan terhadap Keselamatan Pendakian Gunung Rinjani
Tragedi ini menyoroti kembali pentingnya standar keselamatan dalam pendakian Gunung Rinjani, salah satu destinasi favorit bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Banyak kalangan menilai perlu adanya pengawasan ketat terhadap penyelenggaraan open trip serta wajibnya penggunaan jasa pemandu bersertifikat, khususnya bagi wisatawan asing.
Selain itu, disarankan pemasangan rambu-rambu peringatan di jalur-jalur ekstrem serta penambahan fasilitas komunikasi darurat di titik-titik rawan kecelakaan. Koordinasi antara pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani, Basarnas, dan pemerintah daerah NTB terus dilakukan untuk mengevaluasi dan memperketat protokol keamanan pendakian di masa mendatang.
Dengan meningkatnya jumlah pendaki setiap tahun, insiden seperti yang menimpa Juliana Marins menjadi peringatan bahwa keindahan alam harus diimbangi dengan kesiapan, kehati-hatian, serta perlindungan maksimal terhadap keselamatan manusia.