SENTRALKALTIM.id, Kaltim – Provinsi Kalimantan Timur mengalami peningkatan jumlah penduduk yang signifikan dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, jumlah penduduk Kaltim tercatat 3.766.039 jiwa. Angka ini terus meningkat, menjadi 4.045.858 jiwa pada pertengahan 2024.
Menurut sekretaris Tim Pokja Ketahanan Pangan yang juga sekretaris Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim, Rini Susilawati, pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan beraktivitas. Lebih jauh, kebutuhan pangan akan meningkat sedangkan daya dukung pangan malah berkurang.
“Di tengah meningkatnya penduduk, produksi pangan utama, seperti padi justru mengalami penurunan,” ujar Rini pada 3 September 2024.
Rini menukil hasil kajian rencana strategis DPTPH. Dalam dokumen itu, produksi padi di Kaltim menurun selama beberapa tahun terakhir. Pada 2021, realisasi produksi padi mencapai 244.677 ton, sementara pada 2022 turun menjadi 239.425 ton.
Setahun kemudian, meskipun produksi ditargetkan sebesar 289.846 ton, realisasi yang tercapai hanya 226.972 ton pada 2023, atau sekitar 78,31 persen dari target.
Melihat tren penurunan ini, dikatakan Rini, pemerintah membentuk Pokja Ketahanan Pangan yang terdiri dari para pakar, akademisi, dan DPTPH Kaltim untuk menyusun policy brief sebagai langkah strategis meningkatkan produksi padi di Kaltim.
Ketua Tim Pokja Ketahanan Pangan, Prof. Bernatal Saragi senada dengan Rini. Kalkulasi Bernatal menyebut kebutuhan beras pada 2025 adalah dua kali lipat dari target produksi pada 2023.
Bernatal mengungkap pada 2025 kebutuhan pangan Kaltim adalah 500 ribu ton beras, atau setara 800 ribu ton gabah kering. Agar mencapai target itu, Bernatal menyarankan petani harus mampu dua kali panen dalam setahun.
Langkah perluasan lahan serta intensifikasi pertanian memang diperlukan. Artinya, kata Bernatal, petani memerlukan dukungan penggunaan teknologi, pupuk, bibit unggul, dan sistem irigasi yang lebih baik.
Karena itu, DPTPH Kaltim harus mengambil peran sebagai penggerak utama dalam mengoordinasi upaya peningkatan produksi, termasuk mendorong pemerintah kabupaten dan kota berperan aktif dalam penganggaran.
“Tanah di Kaltim tidak sesubur di Jawa, sehingga penggunaan teknologi adalah solusi utama untuk mendongkrak produksi,” ucap Bernatal yang juga dosen Ilmu Pertanian Universitas Mulawarman (Unmul)