SENTRALKALTIM.id, Berau – Aliansi Mahasiswa Peduli Penegakan Hukum Kalimantan Timur (AMPPH KALTIM), Mengecam keras Tambang PT Berau Coal yang diduga Konsesi Tambang tersebut berada tidak jauh dari sungai dan badan jalan yang diduga area kerja PT Berau Coal di wilayah Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau.
Informasi yang di himpun oleh AMPPH KALTIM bahwa konsesi area kerja PT Berau Coal sangat membahayakan pemukiman masyarakat sekitar yang begitu dekat dengan area sungai, sehingga patut di pertanyakan dalam SOP pertambangan yang di miliki oleh perusahaan PKP2B tersebut apakah sudah sesuai dengan AMDAL.
Kemudian, Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 tahun 2012 tentang indikator ramah lingkungan, menjelaskan bahwa untuk usaha atau kegiatan pertambangan terbuka batu bara harus berjarak maksimal tepi galian lubang berjarak 500 meter.
Namun jarak antara sungai segah dan tepi tambang mega pit Berau Coal tidak sampai 500 meter, bahkan bisa dikatakan sangat dekat dengan aliran sungai.
Menanggapi hal tersebut, Kasdiansyah mengatakan bahwa ini merupakan bentuk dari kurangnya pengawasan pemerintah daerah dan terkesan menutup mata dalam mengawasi aktivitas perusahaan pertambangan.
“Sangat miris melihat aktivitas tambang PT Berau Coal ini, patut di pertanyakan SOP dan AMDAL yang di miliki Oleh perusahaan raksasa PKP2B tersebut, karena didalam operasi kerja tambang itukan kita tau bahwa Kepala Teknik Tambang (KTT) harus memahami kegiatan pertambangan batu bara harus berjarak maksimal berjarak 500 meter dan harus melihat juga dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat” ujar Kasdiansyah
“Sangat berbahaya untuk keberlangsungan ekosistem di sekitar sungai segah karena operasi tersebut kami menduga sudah diluar dari SOP Dan AMDAL perusahaan PKP2B tersebut” Imbuhnya
Selain itu, didalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, di sana diatur tentang sempadan sungai paling sedikit 50 meter kiri dan kanan sungai untuk sungai kecil dan 500 meter untuk sungai besar. Sempadan sungai yang fungsinya untuk konservasi dan seharusnya tidak juga ditambang karena sangat rawan.
“Kegiatan pertambangan kan sudah jelas di atur oleh undang-undang, bahkan seharusnya pemerintah memiliki kewajiban untuk mengawasi dan memberikan sanksi apabila terjadi pertambangan diluar dari SOP dan AMDAL tersebut”
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur hak-hak masyarakat terhadap lingkungan hidup ataupun terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Salah satunya Pasal 65 yang mengatur hak setiap orang atas lingkungan hidup.
“Perpanjangan izin pertambangan batubara ini terkesan seperti jalan tol yang bebas hambatan, tidak melihat dampak yang begitu ekstrim terhadap masyarakat dan lingkungan, tentu masyarakat memiliki kewajiban untuk mengkritisi hal tersebut karena akan berakibat fatal apabila ini dibiarkan, Kita lihat sendiri Desakan masyarakat sipil begitu mudah diabaikan dan bahkan pemerintah daerah tidak peduli dengan soal ini”