Nasional

Penyair Legenda Joko Pinurbo Tutup Usia, Ini Puisinya tentang Gus Dur

109
×

Penyair Legenda Joko Pinurbo Tutup Usia, Ini Puisinya tentang Gus Dur

Sebarkan artikel ini

SENTRALKALTIM.id, – Kabar duka menyelimuti dunia Sastra Indonesia karena kepergian penyair Joko Pinurbo yang meninggal dunia pada usia 61 tahun di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta pada, Sabtu pagi (27/4/2024).

Reputasi dalam berkarya, Jokpin juga menerima berbagai penghargaan, termasuk Penghargaan Buku Puisi dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2001, Hadiah Sastra Lontar pada tahun yang sama, menjadi Tokoh Sastra Pilihan Tempo pada tahun 2001 dan 2012, Penghargaan Sastra dari Badan Bahasa Kemendikbud pada tahun 2002 dan 2014, Kusala Sastra Khatulistiwa pada 2005 dan 2015, South East Asian (SEA) Write Award pada 2014, Anugerah Kebudayaan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2019, dan yang paling baru adalah penghargaan dari Achmad Bakrie XIX 2023.

Pria yang telah menulis lebih dari dua puluh buku ini mengaku mengidolakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak remaja. Ia semacam mendapatkan chemistry (kecocokan) dengan tokoh NU  itu sehingga Gus Dur memberikan inspirasi baginya dalam menulis puisi.

Berikut Puisi tentang Gus Dur yang ditulis oleh Joko Pinurbo.

Mengenakan kemeja dan celana pendek putih,
Durrahman berdiri sendirian di beranda istana.
Dua ekor burung gereja hinggap di atas bahunya,
bercericit dan menari riang.
Senja melangkah tegap, memberinya salam hormat,
kemudian berderap ke dalam matanya yang hangat dan terang.

Di depan mikrofon Durrahman mengucapkan pidato singkatnya:
“Hai umatku tercinta, dalam diriku ada seorang presiden
yang telah kuperintahkan untuk turun tahta
sebab tubuhku terlalu lapang baginya.
Hal-hal yang menyangkut pemberhentiannya
akan kubereskan sekarang juga.”

Dua ekor burung gereja menjerit nyaring di atas bahunya.
Durrahman berjalan mundur ke dalam istana.
Dikecupnya telapak tangannya, lalu dilambai-lambaikannya
ke arah ribuan orang yang mengelu-elukannya dari seberang.

Selamat jalan, Gus. Selamat jalan, Dur.
Dalam dirimu ada seorang pujangga yang tak binasa.
Hatimu suaka bagi segala umat yang ingin membangun kembali
puing-puing cinta, ibukota bagi kaum yang teraniaya.
Ketika kami semua ingin jadi presiden,
baju presidenmu sudah lebih dulu kau tinggalkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *