SENTRALKALTIM.ID, Sangatta – DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menanggapi perhatian publik terhadap sejumlah rencana anggaran yang dinilai tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Kepada awak media, Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Jimmi menegaskan,
bahwa item anggaran yang ramai diperbincangkan tersebut masih berada pada tahap perencanaan dan belum masuk dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah meminta klarifikasi langsung kepada perangkat daerah terkait, khususnya Bagian Program pada Bagian Umum dan Perlengkapan.
“Kami sudah memanggil dan meminta penjelasan langsung dari pihak terkait. Dari hasil penelusuran, anggaran itu masih berupa rencana dan belum masuk tahapan pengadaan,” ujar Jimmi saat ditemui di Gedung DPRD Kutim, Senin (29/12/2025).
Ia menjelaskan, sejumlah anggaran yang dianggap janggal oleh masyarakat ternyata dipicu oleh kekeliruan teknis dalam proses input perencanaan, bukan karena adanya niat untuk melakukan pengadaan barang dengan nilai tidak wajar.
Salah satu yang paling mendapat sorotan publik adalah rencana anggaran pengadaan ranjang dengan nilai yang disebut mencapai Rp800 juta.
Politisi PKS itu juga memastikan bahwa informasi tersebut tidak menggambarkan harga satu unit barang.
“Anggapan bahwa satu ranjang bernilai Rp800 juta itu tidak benar. Itu murni kesalahan pengetikan saat input perencanaan, bukan angka riil pengadaan,” tegasnya.
Menurut Jimmi, anggaran tersebut diperuntukkan bagi beberapa unit ranjang sekaligus, bukan satu unit sebagaimana yang beredar di masyarakat.
Selain itu, spesifikasi dan jumlah barang juga masih bersifat tentatif karena masih berada pada tahap perencanaan.
“Kesalahannya ada pada jumlah item, bukan satuan barang. Itu untuk beberapa unit, bukan satu,” jelasnya.
Hal serupa juga terjadi pada rencana anggaran pengadaan tisu yang nilainya disebut mencapai ratusan juta rupiah.
Selain itu Jimmi juga menegaskan, angka tersebut bukan berarti akan dibelanjakan sekaligus.
“Anggaran itu bersifat fleksibel, tergantung kebutuhan dan tingkat pemakaian,” katanya.
Ia menerangkan, kebutuhan tersebut mencakup berbagai fasilitas pemerintah, mulai dari Kantor Bupati, gedung serbaguna, Masjid Agung Al-Faruq, hingga rumah jabatan. Sehingga total anggarannya tampak besar dalam dokumen perencanaan.
Lebih lanjut, Jimmi mengungkapkan bahwa pengadaan ranjang terakhir kali dilakukan pada tahun 2015. Dengan rentang waktu hampir satu dekade, menurutnya wajar apabila kebutuhan tersebut kembali masuk dalam rencana anggaran.
“Pengadaan terakhir sekitar 2015. Artinya sudah hampir sepuluh tahun, sehingga memang perlu kembali direncanakan,” ungkapnya.
Meski demikian, Jimmi menilai kritik dan perhatian masyarakat sebagai bagian penting dalam demokrasi.
Diakhir Ia menegaskan bahwa sorotan publik justru menjadi pengingat bagi DPRD untuk bekerja lebih teliti, transparan, dan akuntabel.
“Kritik masyarakat adalah alarm bagi kami. Ini mendorong DPRD untuk lebih sensitif dan memperkuat fungsi pengawasan,” pungkasnya.














