Sentralkaltim.id, Samarinda – Upaya pemerataan pembangunan melalui distribusi anggaran ke 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Timur (Kaltim) membawa konsekuensi berat bagi kemampuan fiskal pemerintah provinsi. Sebagian besar anggaran harus dialokasikan ke daerah, sehingga ruang gerak provinsi dalam membiayai program strategis menjadi semakin terbatas.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud menyampaikan bahwa skema pembagian anggaran ini perlu dibarengi dengan peningkatan pendapatan daerah. Jika tidak, tekanan fiskal akan semakin terasa dan memengaruhi kemampuan provinsi menyentuh berbagai sektor pembangunan yang memerlukan intervensi lanjutan.
“Pembagian ke 10 kabupaten/kota sekitar Rp 5 triliun. Jadi sisa fiskal yang bisa dipakai hanya sekitar Rp 3–4 triliun. Itu menandakan kondisi fiskal kita cukup tertekan. Jadi, program prioritas tetap dilaksanakan, dan yang non-prioritas akan menyesuaikan dengan Silpa kabupaten/kota tahun berikutnya,” jelasnya.
Meski anggaran menyusut, DPRD memastikan bahwa peran pemerintah provinsi tidak akan hilang dalam mengawal pembangunan lintas sektor. Kewenangan yang dimiliki gubernur tetap menjadi dasar dalam menentukan arah kebijakan daerah.
“Pasti ada. Karena itu kewenangan gubernur. Hanya saja angkanya mungkin kecil. Tapi tetap ada karena provinsi tetap harus mengintervensi dalam batas kewenangannya. Kita lihat perkembangannya nanti,” katanya.
Hasanuddin menekankan perlunya koordinasi yang lebih kuat antara provinsi dan kabupaten/kota. Optimalisasi pendapatan asli daerah juga menjadi langkah krusial untuk menjaga stabilitas pembangunan di seluruh wilayah Kaltim.
Dengan keterbatasan fiskal yang ada, ia berharap pemerataan pembangunan tetap dapat berlangsung dan pemerintah provinsi mampu memainkan perannya sebagai pengendali kebijakan strategis di tingkat daerah.














