SENTRALKALTIM.ID, Samarinda – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan, pentingnya penyamaan persepsi, serta penguatan tata kelola data, dalam upaya percepatan penanganan stunting di daerah.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, usai memimpin Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penanganan Stunting, yang digelar di Gedung Ruhui Rahayu, Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gaja Mada Samarinda, pada Selasa (18/11/2025).
“Rakor ini merupakan ruang untuk menyatukan pemahaman bersama terkait bagaimana penanganan stunting seharusnya dilakukan. Data-data juga harus disiapkan dengan baik,” ungkap Sri kepada awak media
Kata dia, dari hasil pemantauan di dua tahun terakhir telah menunjukkan, setidaknya ada dua daerah yang mengalami kenaikan angka stunting, yakni Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Sementara daerah lainnya tercatat menurun, meski sebagian besar masih berada di atas angka nasional. Hanya Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang berada di bawah angka nasional.
“Kami minta Kukar memaparkan best practice-nya. Selain komitmen kepala daerah, salah satu keberhasilan mereka adalah bagaimana data bisa tersistem dari bawah, sampai level desa dan kelurahan,” jelasnya.
Sri Wahyuni menekankan bahwa penanganan stunting tidak hanya berfokus pada anak yang masuk dalam kategori stunting, tetapi juga keluarga yang masih masuk kategori keluarga berisiko stunting.
Menurutnya, meski seorang anak telah melewati usia lima tahun dan keluar dari data stunting, keluarga tersebut tetap harus diintervensi agar tidak melahirkan kasus baru.
“Kita tidak hanya melihat data kasus stunting, tetapi juga keluarga yang masih masuk dalam kategori berisiko. Mereka harus diintervensi supaya tidak melahirkan stunting baru,” tegasnya.
Ia mengatakan bawha Pemprov Kaltim juga telah menandatangani kerja sama dengan BKKBN. Hal itu dilakukan agar dapat memperoleh data keluarga berisiko secara lengkap dan rinci.
“Kami sudah MoU dengan BKKBN untuk mendapatkan data keluarga yang masih berisiko stunting, by name by address. Nantinya di desa dan kelurahan dapat terlihat keluarga mana saja yang memerlukan intervensi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa tidak semua keluarga berisiko stunting berasal dari kelompok tidak mampu. Faktor pola asuh hingga pola makan juga menjadi penyebab, sehingga pendekatan intervensinya berbeda pada setiap keluarga.
“Makanya penting sekali data ini dipetakan. Per desa, per kelurahan, datanya ada lengkap dengan kategorinya. Jadi kita bisa melihat kebutuhan spesifik setiap keluarga,” katanya.
Dengan data yang telah dipetakan secara komprehensif, ia berharap intervensi lintas sektor di perangkat daerah dapat tepat sasaran dan tidak lagi berjalan parsial.
“Nantinya kalau datanya sudah diperkuat, intervensi dari perangkat daerah bisa dilakukan sesuai kebutuhan. Jadi bukan hanya program turun dari dinas, tapi betul-betul menyasar masalah yang ada,” tutupnya.














