SENTRALKALTIM.ID, Sangatta — Bagi banyak peternak di Kutai Timur, sapi bukan sekadar komoditas. Ia adalah penopang ekonomi keluarga, biaya sekolah anak, hingga tabungan darurat. Ketika PMK melanda dan populasi sapi Kutim anjlok dari 19 ribu menjadi 15 ribu ekor, banyak keluarga kehilangan sumber penghasilan yang telah mereka rawat bertahun-tahun.
Kepala DTPHP Kutim, Dyah Ratnaningrum, mengingat kembali masa sulit itu sebagai periode yang menyisakan trauma bagi peternak. “Bukan hanya kehilangan hewan. Mereka kehilangan rasa aman. Ada peternak yang bilang, ‘Bu, saya takut mulai lagi.’ Itu realitas di lapangan,” tuturnya.
Untuk itulah pemerintah kini mengusung program pemulihan yang tidak hanya teknis, tetapi juga sosial. Melalui Inseminasi Buatan (IB), pemerintah menargetkan kelahiran 1.000 pedet sebagai awal kebangkitan ekonomi peternak.
“Kami ingin peternak kembali percaya diri. Reproduksi ternak yang stabil adalah kunci itu,” kata Dyah.
IB dilakukan menggunakan semen unggul, dengan inseminator aktif mendatangi peternak bukan sebaliknya. Pendampingan seperti ini, menurut Dyah, membuat peternak merasa tidak ditinggalkan. “Kami datang untuk memastikan mereka bangkit. Itu pesan pentingnya,” ujarnya.
Di sisi lain, kebutuhan daging Kutim yang mencapai 5.000 ekor per tahun membuat pemerintah harus terus mendatangkan sapi dari luar daerah. Namun bagi Dyah, pemulihan populasi lokal tetap menjadi prioritas.
“Kalau populasinya sehat dan cukup, peternak yang menikmati manfaatnya pertama kali,” katanya.
Ia berharap program ini memulihkan bukan hanya populasi sapi, tetapi juga martabat peternak. “Kami ingin mereka berkata lagi, ‘Saya bisa hidup dari sapi.’ Itu tujuan akhirnya,” tutupnya.














