SENTRALKALTIM.ID, Sangatta – Paparan terbaru Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Timur mengenai kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batota menegaskan bahwa persoalan sampah di daerah tersebut tidak hanya terkait kapasitas fasilitas, tetapi juga keterbatasan sistemik pada tahap pengumpulan dan pemilahan.
Kabid Pengelolaan Sampah dan LB3 DLH Kutim, Sugiyo, mengungkapkan bahwa timbulan sampah harian kini mencapai lebih dari 228 ton. Namun hanya 27 ton yang melalui proses pengelolaan formal, sehingga sebagian besar masih langsung menuju lingkungan atau TPA tanpa penyaringan. Ia menilai angka tersebut merupakan indikator bahwa persoalan berada pada struktur sistem yang tidak merata antara sumber sampah dan fasilitas penanganan.
“Kita sering melihat TPA sebagai titik akhir persoalan. Padahal, ketidakseimbangan justru muncul dari tahap paling awal, yaitu dari rumah tangga dan titik penghasil sampah lain yang belum memiliki mekanisme pemilahan memadai,” ujar Sugiyo.
DLH menunjukkan dokumentasi perubahan fasilitas TPA Batota setelah pembenahan beberapa bulan terakhir. Zonasi pembuangan kini lebih jelas, area lindi ditangani lebih sistematis, dan aktivitas petugas lebih terkoordinasi. Namun pembenahan itu tidak serta-merta membenahi struktur besar yang menyebabkan akumulasi sampah terus meningkat.
“Perubahan memang terjadi di lapangan, tetapi tidak bisa mengimbangi laju timbulan yang masuk tanpa proses pengurangan dari sumbernya. Kita membutuhkan mekanisme yang terhubung dari hulu ke hilir,” katanya.
Instruksi Bupati Kutim menempatkan pemilahan sebagai kewajiban seluruh institusi, mulai dari kawasan komersial, sekolah, perkantoran, hingga rumah tangga. Kebijakan itu juga menekankan pembatasan plastik sekali pakai, pemanfaatan kembali barang, dan edukasi minim sampah sebagai bagian dari perubahan struktural.
DLH mengingatkan bahwa target nasional 2029 menjadi penanda penting bahwa Kutim perlu memperkuat fondasi sistemnya melalui pembangunan TPS3R, bank sampah tingkat desa, dan layanan edukasi yang lebih konsisten.
“Jika struktur hulu tidak berubah, maka fasilitas teknis akan terus berada dalam posisi bertahan. Pengelolaan sampah bukan hanya soal memperbaiki TPA, tetapi membangun sistem yang mampu menahan laju timbulan sejak dari titik awal,” tutup Sugiyo.














