SENTRALKALTIM.ID, Samarinda – Pola kemitraan antara petani kelapa sawit dan perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit (PKS) kembali menunjukkan manfaatnya. Kenaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) periode pekan ini dinilai bukan hanya menguntungkan petani, tetapi juga membuktikan pentingnya mekanisme kemitraan dalam menjaga stabilitas harga.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Andi M. Siddik, mengungkapkan bahwa kenaikan harga TBS dipicu oleh menguatnya nilai jual Crude Palm Oil (CPO) dan kernel di pasar. Namun, ia menekankan, dampak positif paling nyata dirasakan oleh petani yang sudah terikat dalam pola kemitraan.
“Dengan kemitraan, harga TBS yang diterima petani lebih stabil dan transparan. Mereka terlindungi dari praktik permainan harga oleh tengkulak,” jelas Andi, Selasa (19/8/2025).
Untuk periode 16–31 Juli 2025, harga rata-rata tertimbang CPO ditetapkan Rp13.835,46 per kilogram dan kernel Rp10.468,77 per kilogram, dengan indeks K mencapai 88,48 persen. Berdasarkan umur tanaman, harga TBS ditetapkan mulai Rp2.765,56 per kilogram (umur 3 tahun) hingga Rp3.140,12 per kilogram (umur 10 tahun).
Daftar harga tersebut, menurut Andi, menjadi acuan resmi bagi petani plasma di bawah skema kemitraan dengan perusahaan PKS. Skema ini dianggap krusial dalam menjamin kepastian usaha perkebunan rakyat.
“Ketika harga TBS naik, petani bermitra bisa langsung merasakan manfaatnya. Tapi yang lebih penting, ketika harga turun pun, mereka tetap punya jaminan standar harga,” tambah Andi.
Dengan tren harga yang masih fluktuatif, kemitraan pun dipandang sebagai instrumen strategis untuk memperkuat daya tawar petani sekaligus menjaga keberlanjutan perkebunan sawit di Kaltim.