Scroll untuk baca artikel
Kab. Kutim

Kutim Turunkan Stunting, Fokus 1.000 Hari Pertama Kehidupan

266
×

Kutim Turunkan Stunting, Fokus 1.000 Hari Pertama Kehidupan

Sebarkan artikel ini
Kutim Turunkan Stunting, Fokus 1.000 Hari Pertama Kehidupan

SENTRALKALTIM.ID, Sangatta — Di berbagai desa di Kutai Timur (Kutim), perubahan kecil dalam keseharian keluarga perlahan membentuk capaian besar. Survei kesehatan daerah 2025 mencatat angka stunting di Kutim berada pada 13,8 persen, turun drastis dari 21 persen pada 2022. Bagi banyak keluarga, pencapaian ini bukan hanya statistik, tetapi cerminan perubahan kebiasaan, akses, serta pengetahuan yang selama ini sulit diperoleh.

Kepala Dinas Kesehatan Kutim, Sumarno, menilai keberhasilan ini bukan hasil intervensi instan. Ia menyebut bahwa upaya penurunan stunting melibatkan perjalanan panjang pendampingan, mulai dari posyandu desa, kelas ibu hamil, hingga edukasi dari rumah ke rumah.

“Kami menemukan bahwa banyak keluarga sebenarnya ingin sehat, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana,” ujarnya.

Pendekatan lintas sektor diterapkan agar pendidikan, ketahanan pangan, sanitasi, dan kesehatan berjalan berdampingan. Melalui posyandu, bidan desa memantau perkembangan janin, memberikan makanan tambahan, hingga mendampingi ibu muda yang masih belajar memahami pola asuh. Banyak dari mereka yang sebelumnya menganggap stunting sebagai hal biasa. Kini, setelah edukasi bertahun-tahun, pemahaman itu berubah.

Dalam Gerakan Remaja Sehat Bebas Anemia, pemerintah mengajak remaja putri memahami tubuhnya sendiri, hal yang selama ini kerap luput dari perhatian keluarga. Pembagian tablet darah dan edukasi makan bergizi dilakukan tanpa stigma.

“Kami ingin remaja tumbuh percaya diri dan sadar bahwa kesehatan mereka menentukan generasi berikutnya,” kata Sumarno.

Di sejumlah desa, kelompok PKK menginisiasi dapur sehat untuk ibu hamil yang kesulitan akses makanan bergizi. Beberapa desa bahkan mengembangkan kebun pangan keluarga sebagai sumber sayur harian. Inisiatif ini tumbuh karena warga mulai memahami bahwa gizi bukan barang mahal, tetapi bisa dibangun dari lingkungan sendiri.

Sumarno menegaskan bahwa capaian Kutim bukan akhir, tetapi awal dari budaya baru. “Stunting menurun ketika keluarga merasa dihargai dan didukung,” pungkasnya. (ADV/Diskominfo Kutim/—)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *