SENTRALKALTIM.ID, Samarinda – Dinamika internal yang mendera Pengurus Besar Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PB PSTI) kembali memanas pasca-pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 1 November 2025 di Gedung KONI Jakarta.
Munaslub yang diselenggarakan oleh Tim Karateker PB PSTI dari KONI Pusat ini dituding inkonstitusional dan melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi serta kesepakatan rekonsiliasi pra-Munaslub.
Dalam sebuah pernyataan sikap bertajuk “Gerakan Sepak Takraw Menggugat,” para pihak yang merasa dirugikan menyuarakan keprihatinan mendalam atas kemunduran prestasi sepak takraw Indonesia di kancah internasional. Kemunduran ini, yang disebut akibat konflik internal, telah menyebabkan absennya timnas sepak takraw hingga tahun 2027.
Munaslub Dituding Cacat Prosedur dan Inkonstitusional
Sorotan utama ditujukan kepada Tim Karateker PB PSTI dari KONI Pusat. Gerakan ini menuduh Tim Karateker tidak hanya gagal menormalisasi organisasi, tetapi juga diduga turut serta dalam upaya memenangkan salah satu calon ketua umum, Sdr. Suryanto, dengan mengabaikan AD/ART dan kesepakatan rekonsiliasi.
Kronologi Ketidaksesuaian yang Disoroti:
Pengabaian Hak Suara: Meskipun Rapat Rekonsiliasi pada 25 Oktober 2025 telah menyepakati kriteria kepesertaan dan hak suara PSTI Provinsi, pada saat Munaslub, pimpinan sidang yang diwakili oleh Sdr. Syafrizal Chaniago (keterwakilan Karateker) diduga sengaja mengabaikan transparansi jumlah hak suara. Akibatnya, hanya 24 utusan provinsi yang menggunakan hak suara, sementara hak suara beberapa provinsi lain dihilangkan.
Aksi Walk-Out: Calon Ketua Umum, Sdr. Rudianto Manurung, yang diklaim didukung oleh 20 dari 37 PSTI Provinsi, beserta para pendukungnya memilih menolak dan keluar dari forum sidang karena merasa dirugikan dan hak suara peserta diabaikan.
Tudingan Pelanggaran AD/ART: Selain pelanggaran prosedur, hasil Munaslub juga disebut bertentangan dengan Anggaran Dasar Pasal 38 Ayat 22.12 yang mengatur bahwa Calon Ketua Umum PB PSTI tidak sedang menjadi pengurus partai politik.
Tuntutan Tegas kepada Menpora dan Ketua Umum KONI Pusat
Berdasarkan fakta dan kronologis tersebut, “Gerakan Sepak Takraw Menggugat” secara tegas menyampaikan delapan poin tuntutan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI dan Ketua Umum KONI Pusat, di antaranya:
Pembatalan Hasil Munaslub: Meminta Menpora dan Ketua Umum KONI Pusat untuk membatalkan hasil Munaslub 1 November 2025 karena dinilai inkonstitusional dan tidak sesuai AD/ART.
Pemilihan Ulang Ketua Umum: Menginstruksikan KONI Pusat untuk melakukan proses pemilihan ulang dengan mengembalikan hak suara kepesertaan sebagaimana diatur AD/ART dan hasil rekonsiliasi.
Evaluasi Kinerja KONI Pusat: Meminta Menpora untuk mengevaluasi kinerja KONI Pusat karena dianggap mengabaikan AD/ART PSTI dalam menjalankan tugas sebagai induk organisasi.
Pencopotan Tim Karateker: Mendesak Ketua Umum KONI Pusat untuk segera mengevaluasi dan memecat Tim Karateker PB PSTI yang terbukti melanggar AD/ART dan membentuk tim baru yang menjamin pelaksanaan Munaslub sesuai ketentuan.
Gerakan ini menegaskan bahwa langkah ini adalah upaya penyelamatan organisasi PB PSTI demi masa depan dan pengembangan olahraga sepak takraw Indonesia yang memiliki sejarah prestasi membanggakan. Tuntutan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti segera oleh pihak berwenang.














