Opini

Perlindungan Hukum Terhadap Korban Modus Love Scam Dalam Situs Kencan Online Di Indonesia

318
×

Perlindungan Hukum Terhadap Korban Modus Love Scam Dalam Situs Kencan Online Di Indonesia

Sebarkan artikel ini
ihsan Sanjaya Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum Universitas Mathla’ul Anwar Banten

Ihsan Sanjaya

Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum

Universitas Mathla’ul Anwar Banten

Abstrak

The phenomenon of globalization influencing the development of human civilization, along with the increasing role of the internet and social media in daily life, has led to new challenges such as the rise in love scam cases utilizing technology for criminal activities. The legal conditions in Indonesia, which currently lack specific regulations to address love scam crimes, underscore the need for in-depth research on legal protection for victims of love scams on online dating sites. This study formulates the research problems: 1) legal regulations concerning victims of love scam schemes in Indonesia, and 2) legal protection for victims of love scam schemes on online dating sites. The research employs a normative legal research method by adapting legislative and conceptual approaches, with legal material collection techniques using literature study methods involving prescriptive analysis. Legal regulation regarding perpetrators of love scams in Indonesia faces normative conflicts between Article 378 of the Criminal Code (KUHP) and Article 28 paragraph (1) of the Electronic Information and Transactions Law (UU ITE), leading to legal uncertainty. Law enforcement is challenged in determining which article is more appropriate for prosecuting love scam perpetrators. Therefore, it is necessary to protect victims through education efforts, physical and security protection, fair and transparent legal processes, protection from threats, post trauma recovery, assistance from relevant experts, and protection of victims’ identities.

Abstrak

Fenomena globalisasi yang mempengaruhi perkembangan peradaban manusia, serta meningkatnya peran internet dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari, muncul tantangan baru seperti peningkatan kasus love scam yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan kejahatan. Kondisi hukum di Indonesia yang belum memiliki regulasi yang spesifik untuk mengatasi tindak pidana love scam menunjukkan perlunya penelitian yang mendalam mengenai perlindungan hukum bagi korban love scam dalam situs kencan online. Dalam penelitian ini ditemukan rumusan masalah yaitu 1) pengaturan hukum terhadap korban modus love scam di Indonesia, dan 2) perlindungan hukum bagi korban modus love scam pada situs kencan online. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menyesuaikan pada pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka dengan bentuk analisis yang bersifat preskriptif. Pengaturan hukum terhadap pelaku love scam di Indonesia terjadi konflik norma antara Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE sehingga terjadinya ketidakpastian hukum. Penegakan hukum dihadapkan pada tantangan dalam menentukan pasal mana yang lebih tepat digunakan dalam menjerat pelaku love scam. Untuk itu diperlukannya perlindungan terhadap korban melalui upaya edukasi, xii perlindungan fisik dan keamanan, proses hukum yang adil dan transparan, perlindungan dari ancaman dan pemulihan pasca trauma, pendampingan dari ahli terkait, perlindungan atas identitas korban.

A. PENDAHULUAN

Globalisasi adalah proses kontinu yang menghubungkan masyarakat global melalui berbagai cara, termasuk teknologi1. Salah satu dampak besar globalisasi adalah peran krusial internet dalam kehidupan sehari-hari, yang memudahkan komunikasi dan koneksi global.

Media sosial adalah platform digital yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi konten, serta berpartisipasi dalam jejaring sosial.2 Pengguna dapat menggunakan perangkat elektronik untuk membuat, berbagi, dan bertukar informasi, gambar, video, serta terhubung dengan komunitas dan jaringan sosial. Media sosial semakin bervariasi dan populer di kalangan banyak orang. Namun, seiring dengan perkembangannya, media sosial juga menunjukkan sisi gelapnya dengan munculnya kejahatan dunia maya atau cybercrime, yang melibatkan kejahatan yang dilakukan melalui teknologi komputer, khususnya internet3. Fenomena ini menjadi konsekuensi negatif dari kemajuan teknologi modern, dengan dampaknya yang mencakup aspek keamanan dan keselamatan pribadi, serta bisnis di dunia maya. Namun, di balik manfaatnya, muncul tantangan baru seperti cyber crime, termasuk love scam.

love scam atau penipuan cinta, adalah bentuk penipuan yang memanfaatkan emosi korban dengan membangun hubungan palsu secara online. Pelaku biasanya menggunakan situs kencan online dan profil palsu untuk menarik korban, lalu memanipulasi mereka untuk mengirim uang atau informasi pribadi. Kasus love scam telah meningkat secara signifikan, dengan pelaku sering kali menggunakan aplikasi seperti Tinder dan Bumble untuk mencari korban.

Di Indonesia, love scam melibatkan sindikat internasional dan telah mempengaruhi banyak korban dari berbagai negara Meskipun ada undang-undang terkait, seperti Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE, regulasi ini belum sepenuhnya mencakup aspek love scam, terutama karena perbedaan fokus antara penipuan umum dan penipuan elektronik.

Penegakan hukum dalam kasus love scam sering kali tidak konsisten, dan banyak korban enggan melaporkan karena rasa malu. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan undang-undang khusus yang mengatur love scam, peningkatan literasi digital, dan mekanisme pengaduan yang lebih baik. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan perlindungan hukum dapat diperkuat dan kasus love scam dapat ditangani lebih efektif.

Untuk memperkuat penanganan love scam, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk berkolaborasi dalam merumuskan kebijakan dan undang-undang yang lebih spesifik. Pendekatan ini harus mencakup peningkatan kesadaran masyarakat tentang risiko dan tanda-tanda penipuan cinta, serta penyediaan sumber daya dan dukungan bagi korban. Selain itu, pelatihan bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus love scam juga perlu diperkuat agar penegakan hukum menjadi lebih efektif. Dengan langkah-langkah terkoordinasi ini, diharapkan dapat tercipta sistem yang lebih responsif dan adil dalam menangani kasus love scam, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dari kejahatan yang semakin canggih ini.

B. BAHAN METODE PENELITIAN

Penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang menggunakan metode, sistematika, dan pemikiran tertentu untuk mempelajari dan menganalisis gejala hukum. Proses ini melibatkan berbagai pendekatan guna memperoleh informasi dari berbagai aspek terkait isu yang diteliti, dengan mengandalkan sumber hukum primer dan sekunder.5 Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual, yang mencakup pencarian peraturan perundang- undangan yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti.

Dalam proses analisis penelitian, metode yang digunakan bersifat preskriptif, di mana penulis memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Tujuannya adalah memberikan penilaian terkait kebenaran atau kesalahan menurut hukum, seperti norma hukum, asas, prinsip hukum, doktrin, atau teori hukum, terhadap fakta atau permasalahan yang diteliti. Setelah bahan hukum dianalisis, hasilnya dipresentasikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, mengikuti alur sistematika pembahasan.

C. PEMBAHASAN

Di Indonesia, pengaturan hukum terhadap love scam dapat dilakukan melalui dua jalur utama, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Untuk memastikan efektivitasnya dalam mengubah perilaku dan memastikan kepatuhan terhadap nilai-nilai tersebut, hukum harus disosialisasikan secara luas kepada masyarakat sehingga dapat dijalankan dengan baik, mendorong terbentuknya masyarakat yang terinstitusionalisasi.

KUHP, khususnya Pasal 378, mengatur tentang tindak pidana penipuan dengan unsur penggunaan nama palsu atau tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum. Pasal ini menetapkan bahwa pelaku dapat dikenakan pidana penjara maksimal empat tahun jika terbukti melakukan penipuan yang mengakibatkan kerugian kepada korban.

Sementara itu, UU ITE, khususnya Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 27B ayat (1), menangani kasus penipuan yang melibatkan media elektronik dengan mengancam hukuman pidana bagi pelaku yang menyebarkan informasi bohong atau melakukan pemerasan melalui platform digital.

Namun, penerapan kedua undang-undang ini pada kasus love scam seringkali menimbulkan konflik norma karena perbedaan fokus dan cakupan. Pasal 378 KUHP lebih bersifat umum dan tidak membedakan antara penipuan konvensional dan penipuan online, sedangkan Pasal 28 ayat (1) UU ITE secara spesifik mengatur penipuan yang terjadi dalam ranah digital. Ketidakpastian hukum ini menciptakan dilema bagi penegak hukum dalam memilih pasal yang tepat, serta menghambat penegakan hukum yang konsisten. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi antara KUHP dan UU ITE untuk memastikan kejelasan dan efektivitas dalam menangani kasus love scam

Penegakan hukum terhadap love scam melibatkan proses penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh jaksa, dan peradilan di pengadilan. Proses ini dimulai dengan laporan dari korban dan dilanjutkan dengan pengumpulan bukti untuk menentukan apakah pelaku dapat dikenakan sanksi berdasarkan KUHP atau UU ITE. Penegakan hukum juga mencakup upaya pencegahan melalui sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai risiko dan cara menghindari love scam. Apabila terbukti bersalah, pelaku dapat dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, dengan sanksi pidana hingga enam tahun penjara dan denda yang signifikan, tergantung pada jenis dan dampak penipuan yang dilakukan.8

Love scam adalah penipuan digital yang memanfaatkan hubungan romantis sebagai kedok untuk mencuri uang atau informasi pribadi. Fenomena ini berkembang pesat seiring dengan revolusi global dalam kejahatan siber. Kejahatan ini termasuk dalam kategori cybercrime, yang secara umum melibatkan tindakan melanggar hukum dengan memanfaatkan teknologi komputer. Menurut Departemen Kehakiman Amerika Serikat, kejahatan komputer didefinisikan sebagai setiap tindakan ilegal yang memanfaatkan teknologi komputer dalam pelaksanaannya.

Penanganan kasus dengan menggunakan metode penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh pembuat peraturan perundang- undangan, yang dikenal sebagai lembaga legislatif. Proses ini yang disebut sebagai tahap in abstracto yang merupakan langkah awal dalam pembuatan peraturan hukum pidana. Pada tahap ini, badan legislatif merancang dan menyusun peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pada saat itu, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan. Tujuan utama dari tahap ini adalah menciptakan aturan hukum yang efektif dan sesuai dengan keadaan yang ada, dengan memastikan bahwa proses perumusan hukum dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan dan keahlian dalam hal tersebut.10

Faktor penyebab love scam dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup karakteristik individu seperti ketidakstabilan emosional, kesepian, kebutuhan akan kepuasan instan, dan kurangnya pengetahuan tentang penipuan online. Individu dengan ketidakstabilan emosional atau kesepian cenderung mencari hubungan yang dapat dimanipulasi oleh pelaku scam, sedangkan kurangnya pengetahuan tentang penipuan online membuat mereka lebih rentan menjadi korban. Faktor eksternal melibatkan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mempengaruhi kerentanan individu terhadap penipuan. Paparan teknologi dan media sosial, kondisi ekonomi yang tidak stabil, serta tekanan dari lingkungan sosial juga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya love scam.11

Faktor-faktor ini saling berinteraksi dan dapat meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan penipuan, termasuk dalam kasus love scam. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor tersebut dan mengambil langkah- langkah pencegahan yang tepat untuk melindungi diri sendiri dari tindakan kecurangan dan penipuan. Perbuatan yang melanggar hukum terkait tindak pidana love scam di internet tidak terjadi tanpa adanya faktor-faktor utama yang menyebabkan rawannya terjadinya love scam. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi adalah adanya kurangnya regulasi yang ketat terhadap keamanan dan privasi di platform online dating atau aplikasi kencan. Ketidakmampuan untuk  memverifikasi identitas pengguna secara akurat juga menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya love scam.

Kurangnya kesadaran dan edukasi masyarakat tentang risiko love scam juga turut berkontribusi dalam meningkatkan rawannya terjadinya penipuan tersebut di dunia maya. Selain faktor-faktor ini, adanya celah keamanan dalam sistem teknologi informasi dan kelemahan dalam proses penegakan hukum juga memperburuk situasi, sehingga memungkinkan para pelaku love scam untuk beroperasi dengan relatif mudah dan tanpa banyak hambatan.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya serius dalam meningkatkan regulasi, kesadaran masyarakat, serta penegakan hukum yang efektif untuk melindungi pengguna internet dari ancaman love scam.

Penegakan hukum terhadap kasus love scam belum diatur dalam undang-undang khusus mengenai love scam sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Kepastian hukum mengharuskan adanya aturan yang jelas dan dapat diprediksi dalam menangani suatu tindakan atau kejahatan. Namun, ketiadaan undang- undang khusus mengenai love scam membuat penegakan hukum menjadi lebih kompleks dan tidak pasti. Dalam situasi ini, penegakan hukum cenderung mengandalkan pasal-pasal yang ada dalam peraturan perundang- undangan yang relevan, seperti KUHP atau UU ITE. Misalnya, penipuan dalam love scam bisa ditangani dengan pasal-pasal yang mengatur tentang penipuan dalam KUHP, meskipun tidak secara spesifik menyebutkan love scam.

Namun, ketiadaan undang- undang khusus mengenai love scam juga dapat memberikan peluang bagi penegak hukum untuk Menginterpretasikan dan mengaplikasikan hukum secara lebih luwes, sesuai dengan prinsip-prinsip umum hukum. Mereka dapat menggunakan analogi dari kasus- kasus serupa atau prinsip-prinsip hukum yang berlaku untuk menegakkan keadilan. Meskipun demikian, ketidakpastian tetaplah menjadi masalah, terutama bagi para korban dan pelaku love scam yang tidak memiliki pedoman hukum yang jelas mengenai tindakan yang mereka hadapi atau lakukan. Oleh karena itu, untuk memastikan kepastian hukum yang lebih baik diperlukan upaya untuk menyusun undang-undang khusus yang mengatur tentang love scam, sehingga penegakan hukum dapat dilakukan dengan lebih terstruktur dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Asas lex spesialis derogat legi generalis adalah prinsip hukum yang menegaskan bahwa ketentuan hukum yang umum atau lebih umum jika terjadi konflik atau perbedaan antara keduanya. Dalam konteks penegakan hukum terhadap kasus-kasus love scam di Indonesia, asas ini menjadi relevan karena ketiadaan undang- undang khusus yang secara eksplisit mengatur love scam dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Perlindungan hukum bagi korban love scam di Indonesia diatur oleh KUHP dan UU ITE. KUHP mengatur tentang penipuan, sementara UU ITE mengatur delik kencan online dan penipuan melalui teknologi informasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan berbagai bentuk perlindungan, termasuk keamanan pribadi dan bantuan hukum. Untuk melindungi korban, penting dilakukan kampanye edukasi, pelatihan keuangan, dan peningkatan kerja sama antara pihak berwenang dan lembaga keuangan.12

Pasal 35 UU ITE mengatur tentang delik kencan online. Pasal 51 (1) UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa izin hukum memanipulasi, membuat, mengubah, menghilangkan, atau merusak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk mengelabui orang lain akan dikenai sanksi. Jika pelaku memenuhi syarat Pasal 35, mereka dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal dua belas tahun dan/atau denda hingga dua belas miliar rupiah. Perubahan dalam regulasi dan penerapan kebijakan ini penting untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban kejahatan kencan online. Hal ini juga mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi tindakan kriminal di ranah digital yang semakin berkembang.

Perlindungan hukum bagi korban kejahatan love scam menjadi suatu langkah penting yang harus diambil oleh lembaga pemerintah dan swasta guna memberikan bantuan kepada korban dalam menjaga keamanan, pemenuhan hak, serta kualitas hidup yang sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan. Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Teori perlindungan hukum menurut Lawrence berfokus pada dua aspek utama: perlindungan terhadap hak-hak individu dan perlindungan terhadap keseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan individu. Dimana perlindungan 70 terhadap hak-hak individu, sebagaimana ditekankan oleh Lawrence, menggarisbawahi peran penting hukum sebagai alat untuk menjaga hak-hak individu dari tindakan yang merugikan, termasuk dalam kasus kejahatan seperti love scam. Korban memiliki hak untuk dilindungi dari penipuan dan pemerasan yang dilakukan oleh pelaku. Hak ini mencakup hak atas keselamatan, keamanan, privasi, dan keadilan dalam proses hukum. Dengan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan  hukum  tersebut, pemerintah dan lembaga terkait memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hak-hak korban love scam terlindungi dan dihormati dengan baik. Dengan langkah- langkah ini, diharapkan dapat mengurangi risiko love scam dan melindungi masyarakat dari penipuan online.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan penting terkait pengaturan hukum terhadap pelaku love scam di Indonesia. Pertama, terdapat konflik norma antara Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Meskipun Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak secara spesifik mengatur pidana penipuan, namun UU ITE dapat digunakan untuk menindak pelaku penipuan online sebagai lex specialis terhadap Pasal 378 KUHP. Kedua, perlindungan hukum bagi korban love scam mencakup berbagai upaya seperti edukasi, perlindungan fisik, proses hukum yang adil, pemulihan pasca trauma, serta pendampingan dan perlindungan identitas korban. Ini sejalan dengan perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kesetaraan hukum, yang menekankan perlindungan hak-hak individu secara adil.

Sebagai saran, diperlukan pengembangan regulasi yang lebih spesifik dan komprehensif mengenai love scam untuk mengatasi kompleksitas kejahatan online ini secara lebih efektif. Selain itu, penguatan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat sangat penting, termasuk pembentukan tim investigasi khusus dan peningkatan kerja sama lintas batas untuk menindak pelaku yang beroperasi di berbagai wilayah. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat dari ancaman love scam dan memperkuat penegakan hukum di ranah siber.

DAFTAR PUSTAKA  BUKU

Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenamedia, Jakarta, hlm. 133

CIVIS, Volume II Nomor 1, ISSN: 2087-8748, hlm. 307.

Sutarman, 2007, Cybercrime Modus Operandi dan Penanggulannya, LaksBang Pressindo, ISBN: 9792685065,  9789792685060,hlm. 27.

Vivi Ariyanti, 2019, Kebijakan Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jurnal Yuridis, Vol. 6 No. 2, hlm. 33-54.

Yuliana Surya Galih, 2019, Yurisdiksi Hukum Pidana Dlaam Dunia Maya, Jurnal Galuh Justisi, Vol. 7 No. 1, hlm. 60.

Peraturan Perundang-undangan

R. Sugandhi, 1980, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, hlm. 396.

R. Soesilo, 1995, Kitab Undang- UndangHukumPidana (KUHP): Serta KomentaKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, hlm. 261

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan 2, Universitas Indonesia, Jakarta.

Jurnal

Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, hlm. 237

Desak Nyoman Ayu Melbi Lestari, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, I B Gede Agustya Mahaputra, 2023,  Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dalam Tindak Pidana Penipuan Love Scam, Jurnal Analogi Hukum, Vol. 5 No. 1, hlm. 122.

Lustia Wijayanti, Jawade Hafidz, 2020, Penegakan Hukum Pelaku Tindak Pidana Dengan Modus Penipuan Berkedok Cinta di Dunia Maya (Scammer Cinta), Prosiding KIMU: Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula, ISSN: 2720-913X, hlm. 290

Sri Suneki, Januari 2012, Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah, Jurnal Ilmiah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *